MetroHealth - MetroFriends pasti ga asing mendengar kata impostor kan? belakangan ini terlebih semenjak pandemi kata impostor semakin sering kita dengan akibat game ‘Among Us’ yang sempat ramai awal-awal pandemi tahun 2020. Sambil menemani isolasi mandiri biasanya kita dan beberapa teman bermain game tersebut sambil mengisi waktu luang akibat tidak dapat bertemu dengan teman..
Jika dalam game Among Us, Impostor merupakan karakter yang sangat dijauhi oleh karakter lain karena akan mematikan permainan, serta menipu ke teman-temannya. Dalam kehidupan sehari-hari ternyata kita dapat menemui Impostor dalam bentuk sindrom dalam diri kita atau yang biasa disebut Impostor Syndrome. Dikutip dari Verywellhealth, Impostor Syndrome adalah istilah yang menggambarkan pola perilaku seseorang yang sering kali meragukan atau bahkan merasa tidak pantas meraih pencapaian dan kesuksesannya sendiri. Impostor Syndrome merupakan kondisi psikologis, tetapi tidak termasuk dalam gangguan mental. Fenomena ini merasa kesuksesan yang berhasil diraih merupakan bentuk dari keberuntungan atau kebetulan semata, bukan karena kemampuan intelektual diri.
Dikutip dari Hellosehat, Impostor Syndrome tidak masuk dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ), yang berarti sindrom ini tidak tergolong penyakit mental. Kata Impostor Syndrome, Imposter Syndrome, Fraud Syndrome atau dalam Bahasa Indonesia disebut sindrom penipu pertama kali dikenal pada tahun 1970-an oleh Psikolog Pauline Clance dan rekannya Suzanne Imes. Orang-orang dengan Impostor Syndrome terobsesi pada pemikiran akan melakukan kesalahan, mendapat umpan balik negatif & mengalami kegagalan, serta takut menjajal hal baru.
Selain itu, Impostor Syndrome tidak masuk dalam klasifikasi gangguan jiwa. Kendati begitu, sindrom ini umum dijumpai dalam kehidupan dan cukup mengganggu karena jika terus menerus terjadi dapat menimbulkan kecemasan, stres, bahkan depresi. Dikutip dari ugm.ac.id, Kondisi ini berbeda dengan istilah Impostor yang berasal dari Bahasa Inggris yang artinya orang yang berpura-pura menjadi orang lain dengan tujuan untuk menipu atau melakukan kecurangan. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari kepura-puraan.
Pada intinya, sindrom ini bisa menyerang siapa pun, tetapi biasanya lebih rentan dialami oleh orang-orang yang berprestasi. Orang yang mengalami impostor syndrome cenderung akan terus memotivasi dirinya untuk terus bekerja keras, bahkan terkadang lebih dari yang diperlukan. Namun, hal ini dilakukan semata-mata agar ia merasa aman dan tidak ada orang yang tahu bahwa dirinya adalah seorang penipu.
Beberapa faktor penyebab yang membentuk Impostor Syndrome
Ada beberapa faktor-faktor tertentu yang bisa menyebabkan seseorang mengalami Impostor Syndrome, antara lain:
Tanda dari Impostor Syndrome
Di bawah ini adalah beberapa tanda-tanda yang mungkin MetroHealth rasakan jika mengalami Impostor Syndrome, antara lain:
Cara Menghadapi Impostor Syndrome
Walau bukan salah satu jenis gangguan mental, Impostor Syndrome yang dibiarkan berlarut-larut bisa menyebabkan gangguan kecemasan hingga depresi.Untuk menghindari hal tersebut, Dikutip dari Verywellhealth, ada beberapa cara yang bisa dilakukan guna menghadapinya, antara lain:
Itulah penjelasan mengenai Asma. Jika MetroFriends ingin berkonsultasi lebih lanjut atau ingin mendapatkan informasi rawat inap dan rawat jalan, dapat langsung menghubungi layanan Metrovia 0878-000-22887 atau dapat berkonsultasi langsung ke Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa yang dapat ditemui di Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre. Cek jadwal dokter disini.
MetroHealth adalah portal edukasi kesehatan dari Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre untuk masyarakat Indonesia. Memberikan edukasi, inspirasi, dan informasi terkini seputar kesehatan dan gaya hidup.